Minggu, 28 April 2013

ASKEP EMFISEMA PARU



EMFISEMA
A.    Definisi
Emfisema Paru adalah penyakit Paru Obstruktif Kronik. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli.
Suatu pelebaran kantung udara kecil (alveoli) di paru-paru, yang disertai dengan kerusakan pada dindingnya.
Klasifikasi Emfisema Berdasarkan Morfologi:
1.      Centrilobural Emfisema (CLE)
Terdapat pelebaran dan kerusakan brokiolus respiratorius tertentu. Dinding bronkiolus terbuka dan menjadi membesar dan bersatu cenderung membentuk sebuah ruangan bersamaan dengan membesarnya dinding. Cenderung tidak seluruh paru, namun lebih berat pada daerah atas.
2.      Panlobular Emfisema (PLE)
Pembesaran lebih seragam dan perusakan alveoli dalam asinus paru-paru, Biasanya lebih difus dan lebih berat pada paru-paru bawah. Ditemukan pada orang tua yang tidak ada tanda bronchitis kronis atau gangguan 1- antitripsinafungsi paru. Khas ditemukan pada orang dengan defisiensi  homozigot.

B.     Etiologi
1.      Rokok
Secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakkan silia pada jalan napas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mucus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan alveoli pecah
Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya
2.      Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Insidensi dan angka kematian emfisema dapat lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi. Polusi udara seperti halnya asap tembakau juga menyebabkan gangguan pada silia, menghambat fungsi makrofag alveolar
3.      Infeksi
Infeksi saluran napas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronkiolitis akut, asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan napas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema
4.      Faktor genetic
Defisiensi Alfa-1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.
5.      Obstruksi jalan napas
Emfisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkiolus, sehingga terjadi mekanisme ventil. Udara dapat masuk ke dalam alveolus pada waktu inspirasi akan tetapi tidak dapat keluar pada waktu ekspirasi. Etiologinya ialah benda asing di dalam lumen dengan reaksi lokal, tumor intrabronkial di mediastinum, kongenital. Pada jenis yang terakhir, obstruksi dapat disebabkan oleh defek tulang rawan bronkus

C.    Patofisiologi
Karena dinding alveoli terus mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen sehingga mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbon dioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dioksida dalam darah arteri dan menyebabkan asidosis respiratoris.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabakan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan demikian menetap dalam paru-paru yang mengalami emfisema.




D.    Manifestasi Klinis
1.      Keluhan dan Gejala
·         Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis Kronis
·         Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
·         Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai membungkuk
·         Bibir tampak kebiruan
·         Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
·         Batuk menahun
2.       Pemeriksaan diagnostik
a.      Rontgen dada
Menunjukkan hiperinflasi, pendataran diafragama, pelebaran margin intercosta, dan jantung normal.
a.      Spirometri
Pemeriksaan fungsi pulmonary, biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total dan volume residual, penurunan dalam kapsitas vital dan volume ekspirasi kuat
b.      Pemeriksaan gas-gas darah arteri
Dapat menunjukkan hipoksia ringan dengan hiperkapnia.

E.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Emfisema Paru dilakukan secara berkesinambungan untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:
  • Edukasi, yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan Emfisema Paru.
  • Sedapat mungkin menghindari paparan faktor-faktor pencetus.
  • Rehabilitasi medik untuk mengoptimalkan fungsi pernapasan dan mencegah kekambuhan, diantaranya dengan olah raga sesuai usia dan kemampuan, istirahat dalam jumlah yang cukup, makan makanan bergizi.
  • Oksigenasi (terapi oksigen)
  • Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.


  • Terapi Aerosol
Aerosolisasi dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam bronkodilatasi.
Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi
·         Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus diobati pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, ampisilin, amoksisilin, atau trimetroprim-sulfametoxazol biasanya diresepkan.
·         Kortikosteroid
Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang sekresi. Prednison biasanya diresepkan.

F.     Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan gejala klinis waktu berobat.
Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun dengan :
·         Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan.
·         Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan meninggal.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN EMFISEMA
A.    Pengkajian
1.      Aktivitas/Istirahat
Gejala :
·         Keletihan, kelelahan, malaise
·         Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas
·         Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
·         Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
·         Keletihan, gelisah, insomnia
·         Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2.      Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
·         Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat, disritmia, distensi vena leher
·         Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
·         Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan diameter AP dada)
·         Warna kulit/membran mukosa: normal atau abu-abu/sianosis
·         Pucat dapat menunjukkan anemia
3.      Makanan/Cairan
Gejala :
·         Mual/muntah, nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
·         Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernapasan
·         Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan menunjukkan edema (bronkitis)
Tanda :
·         Turgor kulit buruk, edema dependen
·         Berkeringat, penuruna berat badan, penurunan massa otot/lemak subkutan (emfisema)
·         Palpitasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali (bronkitis)


4.      Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda : Kebersihan, buruk, bau badan
5.      Pernafasan
Gejala :
·         Nafas pendek (timbulnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan,
·         Ketidakmampuan untuk bernafas (asma)
·         “Lapar udara” kronis
·         Bentuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun. Produksi sputum (hijau, putih dan kuning) dapat banyak sekali (bronkitis kronis)
·         Episode batuk hilang timbul biasanya tidak produktif pada tahap dini meskipun dapat terjadi produktif (emfisema)
·         Riwayat pneumonia berulang: pada polusi kimia/iritan pernafasan dalam jangka panjang (mis., rokok sigaret) atau debu/asap (mis., abses, debu atau batu bara, serbuk gergaji)
·         Faktor keluarga dan keturunan, mis., defisiensi alfa-anti tripsin (emfisema)
·         Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus
Tanda :
·         Pernafasan: biasanya cepat, dapat lambat, penggunaan otot bantu pernapasan
·         Dada: hiperinflasi dengan peninggian diameter AP, gerakan diafragma minimal
·         Bunyi nafas: mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema); menyebar, lembut atau krekels, ronki, mengi sepanjang area paru.
·         Perkusi: hiperesonan pada area paru
·         Warna: pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku.
6.      Keamanan
Gejala :
·         Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/faktor lingkungan
·         Adanya/berulangnya infeksi
·         Kemerahan/berkeringat (asma)
7.      Seksualitas
Gejala : Penurunan libido
8.      Interaksi sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, ketidakmampuan membaik/penyakit lama
Tanda :
·         Ketidakmampuan untuk/membuat mempertahankan suara pernafasan
·         Keterbatasan mobilitas fisik, kelainan dengan anggota keluarga lalu.
9.      Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Penggunaan/penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alkohol secara teratur, kegagalan untuk membaik.

B.     Diagnosa Keperawatan
·         Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan
Ø bronkokontriksi, peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
·         Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek, lendir, bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.
·         Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
·         Intoleran aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak efektif.
·         Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
·         Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah.

C.    Intervensi Keperawatan
1.      Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas.
Rencana Tindakan:
a.       Berikan bronkodilator sesuai yang diresepkan.
b.      Evaluasi tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB.
c.       Instruksikan dan berikan dorongan pada pasien pada pernapasan diafragmatik dan batuk efektif.
d.      Berikan oksigen dengan metode yang diharuskan.
Rasional:
a.       Bronkodilator mendilatasi jalan napas dan membantu melawan edema mukosa bronchial dan spasme muscular.
b.      Mengkombinasikan medikasi dengan aerosolized bronkodsilator nebulisasi biasanya digunakan untuk mengendalikan bronkokonstriksi.
c.       Teknik ini memperbaiki ventilasi dengan membuka jalan napas dan membersihkan jalan napas dari sputum. Pertukaran gas diperbaiki.
d.      Oksigen akan memperbaiki hipoksemia.
Evaluasi:
a.       Mengungkapkan pentingnya bronkodilator.
b.      Melaporkan penurunan dispnea
c.       Menunjukkan perbaikan dalam laju aliran ekspirasi.
d.      Menunjukkan gas-gas darah arteri yang normal.
2.      Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi lendir, batuk tidak efektif, dan infeksi bronkopulmonal.
Tujuan : Pencapaian klirens jalan napas.
Rencana Tindakan :
a.       Beri pasien 6-8 gelas cairan/hari, kecuali terdapat kor pulmonal.
b.      Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmaik dan batuk.
c.       Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler, atau IPPB.
d.      Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
e.       Instruksikan pasien untuk menghindari iritan, seperti asap rokok, aerosol, dan asap pembakaran.
f.       Berikan antibiotik sesuai yang diresepkan.
Rasional :
a.       Hidrasi sistemik menjaga sekresi tetap lembab dan memudahkan untuk pengeluaran.
b.      Teknik ini akan membantu memperbaiki ventilasi dan untuk menghasilkan sekresi tanpa harus menyebabakan sesak napas dan keletihan.
c.       Tindakan ini menambahakan air ke dalam percabangan bronchial dan pada sputum menurunkan kekentalannya, sehingga memudahkan evakuasi sekresi.
d.      Menggunakan gaya gravitasi untuk membantu membangkitkan sekresi sehingga sekresi dapat lebih mudah dibatukkan atau diisap.
e.       Iritan bronkial menyebabkan bronkokonstriksi dan meningkatkan pembentukan lendir, yang kemudian mengganggu klirens jalan napas.
f.       Antibiotik mungkin diresepkan untuk mencegah atau mengatasi infeksi.
Evaluasi :
a.       Mengungkapkan pentingnya untuk minum 6-8 gelas per hari.
b.      Batuk berkurang.
c.       Jalan napas kembali efektif.
3.      Pola pernapasan tidak efektif yang berhubungan dengan napas pendek, lendir, bronkokonstriksi, dan iritan jalan napas.
Tujuan : perbaikan dalam pola pernapasan.
Rencana Tindakan :
a.       Ajarkan pasien pernapasan diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
b.      Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat.
c.       Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
Rasional :
a.       Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien akan bernapas lebih efisien dan efektif.
b.      Memberikan jeda aktivias akan memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c.       Menguatkan dan mengkoordinasiakn otot-otot pernapasan.
Evaluasi :
a.       Melatih pernapasan bibir dirapatkan dan diafragmatik serta menggunakannya ketika sesak napas dan saat melakukan aktivitas.
b.      Memperlihatkan tanda-tanda penurunan upaya bernapas dan membuat jarak dalam aktivitas
c.       Menggunakan pelatihan otot-otot inspirasi, seperti yang diharuskan.



4.      Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
Tujuan : kemandirian dalam aktivitas perawatn diri.
Rencana Tindakan :
a.       Ajarkan pasien untuk mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas.
b.      Berikan pasien dorongan untuk mulai mandi sendiri, berpakaian sendiri, berjalan.
c.       Ajarkan tentang drainase postural bila memungkinkan.
Rasional :
a.       Akan memungkinkan pasien untuk lebih aktif dan untuk menghindari keletihan yang berlebihan atau dispnea selama aktivitas.
b.      Sejalan dengan teratasinya kondisi, pasien akan mampu melakukan lebih banyak namun perlu didorong untuk menghindari peningkatan ketergantungan.
c.       Memberikan dorongan pada pasien untuk terlibat dalam perawtan dirinya.
Evaluasi :
a.       Menggunakan pernapasan terkontrol ketika beraktivitas.
b.      Menguraikan strategi penghematan energi.
c.       Melakukan aktivitas perawatan diri seperti sebelumnya.
5.      Intoleran aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan pola pernapasan tidak efektif.
Tujuan: perbaikan dalam toleran aktivitas.
Rencana Tindakan:
Dukungan pasien dalam menegakkan regimen latihan teratur
Rasional:
Otot-otot yang mengalami kontaminasi membutuhkan lebih banyak oksigen dan memberikan beban tambahan pada paru-paru. Melalui latihan yang teratur, kelompok otot menjadi lebih terkondisi.
Evaluasi:
a.       Melakukan aktivitas dengan napas pendek lebih sedikit.
b.      Berjalan secara bertahap meningkatkan waktu dan jarak berjalan untuk memperbaiki kondisi fisik.


6.      Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
Tujuan: pencapaian tingkat koping yang optimal.
Rencana Tindakan:
a.       Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan kepada pasien.
b.      Dorongan aktivitas sampai tingkat toleransi gejala.
c.       Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
Rasional:
a.       Suatu perasaan harapan akan memberikan pasien sesuatu yang dapat dikerjakan.
b.      Aktivitas mengurangi ketegangan dan mengurangi tingkat dispnea sejalan dengan pasien menjadi terkondisi.
c.       Relaksasi mengurangi stres dan ansietas dan membantu pasien untuk mengatasi ketidakmampuannya.
Evaluasi :
a.       Mengekspresikan minat di masa depan Mendiskusikan aktivitas dan metode yang dapat dilakukan untuk menghilangkan sesak napas.
b.      Menggunakan teknik relaksasi dengan sesuai.
7.      Defisit pengetahuan tentang prosedur perawatan diri yang akan dilakukan di rumah
Tujuan: kepatuhan dengan program terapeutik dan perawatan di rumah
Rencana Tindakan:
a.       Bantu pasien mengerti tentang tujuan-tujuan jangka pendek dan jangka panjang.
b.      Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok.
Rasional:
a.       Pasien harus mengetahui bahwa ada metoda dan rencana dimana ia memainkan peranan yang besar.
b.      Asap tembakau menyebabkan kerusakan pasti pada paru dan menghilangkan mekanisme proteksi paru-paru. Aliran udara terhambat dan kapasitas paru menurun.
Evaluasi:
a.       Mengerti tentang penyakitnya dan apa yang mempengarukinya.
b.      Berhenti merokok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar