A.
Konsep Dasar Obstruksi Usus
1.
Definisi
Obstruksi usus
terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke
depan, tetapi peristaltiknya normal (Reeves
J. C, 2001)
Obstruksi usus
dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi
usus sepanjang saluran usus (Sylvia, 1995).
Obstruksi usus
didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi usus (Subaston, 1995)
2.
Etiologi
Obstruksi usus pada umumnya diklasifikasikan
sebagai :
a. Obstruksi Mekanik
Obstruksi usus mekanik
mempengaruhi kekuatan dinding usus, disebabkan oleh :
1) Perlekatan
Biasanya terjadi akibat dari
pembedahan abdomen sebelumnya, lengkung usus, menjadi melekat pada area yang
sembuh secara lembut atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen.
2) Intususepsi
Salah satu bagian dari usus
menyusup ke dalam bagian lain yang ada di bawahnya, invaginasi / pemendekan
usus oleh gerakan satu segmen dari usus ke tempat lain, akibatnya terjadi
penyempitan lumen usus.
3) Volvulus
Perputaran yang saling
mengunci, usus yang terpelintir, akibatnya lumen usus menjadi tersumbat, gas
dan cairan berkumpul dalam usus yang terjebak.
4) Hernia
Masuknya usus ke dalam kantung
hernia melewati lubang hernia, akibat lemahnya kelemahan muscular abdomen,
peningkatan teanan intra abdominal, akibatnya aliran usus mungkin tersumbat
total dan aliran darah ke area tersebut dapat juga tersumbat.
5) Tumor
Tumor yang ada dalam dinding
usus meluas ke lumen usus atau tumor di luar usus menyebabkan tekanan pada
dinding usus. Akibatnya lumen usus menjadi tersumbat sebagian, bila tumor tidak
diangkat mengakibatkan obstruksi lengkap.
b. Obstruksi usus non mekanik
1) Peritonitis
2) Disfungsi motilitas gastro intestinal
sebagai akibat tidak normalnya peristaltik usus.
3) Ileus paralitik akibat dari proses
pembedahan dimana visera abdomen tersentuh.
4) Atoni usus dan peregangan gastro
intestinal sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah
fraktur tulang belakang.
5) Terjepitnya batu empedu di dalam usus.
3.
Patofisiologi
Secara normal 7
sampai 8 liter cairan kaya elektrolit dari sekresi oleh usus dan kebanyakan
direabsorbsi. Bila usus tersumbat akumulasi, isi usus, cairan dan gas akan
terjadi di daerah atas usus yang mengalami obstruksi, hal ini akan menimbulkan
distensi. Bila cairan ini tertahan terus-menerus akan terjadi refluks muntah
yang akan menyebabkan dehidrasi. Distensi menyebabkan distensi sementara
peristaltik saat usus berusaha mendorong material melalui area tersumbat. Dalam
beberapa jam peningkatan peristaltik berakhir dan usus menjadi flacid. Dengan
peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan
tekanan kapiler vena dan arteri. Hal ini akan menyebabkan iskemia, nekrosis dan
akhirnya ruptur dinding usus, yang dapat menyebabkan pelepasan bakteri dan
toksin dari usus ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik yang dapat
mengakibatkan peritonitis dan septikemia.
4.
Manifestasi Klinis
Semakin tinggi letak
penyumbatan, maka semakin cepat terjadi dehidrasi.
a. Obstruksi usus halus
1) Nyeri
Biasanya tidak nyata seperti
pada ileus paralitik, walaupun abdomen mungkin sensitif (nyeri bila ditekan).
Nyeri biasanya menyerupai kejang, datangnya bergelombang dan biasanya terletak
pada umbilikus.
2) Muntah (sering muncul, frekuensinya
bervariasi tergantung letak obstruksi)
3) Konstipasi absolut
4) Peregangan abdomen / distensi abdomen
(semakin ke bawah semakin jelas)
5) Feses dan flatus dapat keluar pada
permulaan obstruksi usus halus
6) Tanda-tanda dehidrasi : haus
terus-menerus, mengantuk, malaise umum dan lidah serta membran mukosa menjadi
pecah).
b. Obstruksi Usus Besr
Obstruksi usus besar berbeda
secara klinis dari obstruksi usus halus. Dalam hal ini gejala terjadi dan
berlanjut relatiflambat, manifestasi yang timbul pada obstruksi usus besar
yaitu :
1) Konstipasi
2) Abdomen menjadi sangat distensi
3) Kram dan nyeri abdomen bawah
4) Muntah fekal
5) Dehidrasi (tingkatan tergantung letak
penyumbatan)
6) Suara usus besar → pada mulanya mungkin
pertanda hiperaktif proksimal dari obstruksi, kemudian mengalami penurunan.
7) Syok
5.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar X
Menunjukkan adanya kuantitas
abnormal dari gas dan cairan usus.
b. Pemeriksaan radiogram abdomen (Untuk
menegakkan diagnosis obstruksi usus)
Pada obstruksi usus halus
ditandai adanya udara di usus halus, sedangkan pada obstruksi usus besar
menunjukkan adanya udara dalam kolon.
c. Radiogram Barium
Untuk mengetahui tempat
obstruksi
d. Pemeriksaan laboratorium (elektrolit darah
dan DL)
Menunjukkan gambaran dehidrasi
dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi (leukosit mencapai 30.000
– 50.000 ul)
e. Proktosigmoidoskopi
Membantu menentukan penyebab
obstruksi bila di dalam kolon
6.
Penatalaksanaan
a. Tindakan Medis
1) Dekompresi usus melalui selang usus halus
/ NGT untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi
abdomen.
2) Terapi intravena diperlukan untuk
mengganti kekurangan cairan, natrium klorida dan kalium.
3) Selang rektal digunakan untuk dekompresi
area yang ada di bawah usus
4) Kolonoskopi untuk membuka iritan dan
dekompresi usus.
b. Apabila kondisi klien tidak bereson
terhadap tindakan medis,maka diperlukan tindakan pembedahan. Operasi dapat
dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara
memuaskan.
1) Reseksi bedah : untuk mengangkat penyebab
obstruksi
2) Kolonostomi sementara / permanen
3) Sokostomi : pembukaan secara bedah yang
dibuat pada seikum.
c. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah penting
terutama dalam hal cairan dan elektrolit.perawatan luka abdomen dan pemberian
kalori yang cukup serta perlu diingat pasien dengan pasca bedah, usus masih
dalam kecelakaan.
7.
Komplikasi
a. Syok hipovolemik
b. Peritonitis
c. Septikemia
B.
Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Obstruksi Usus
1.
Pre Operasi
a. Pengkajian
1) Data biografi (nama, umur, alamat,
pekerjaan, jenis kelamin)
2) Cairan
Gejala : muntah banyak dengan materi fekal, berbau
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis
3) Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : wajah klien tegang, tampak meringis, distensi abdomen
4) Eliminasi
Gejala : flatus (-), konstipasi
Tanda : distensi abdomen, penurunan
bising (dari hiperaktif
ke
hipoaktif), feses (-),
tergantung letak obstruksi, jika ada feses hanya sedikit (berbentuk pensil).
5) Aktivitas
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
6) Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko kekurangan volume cairan : kurang
dari kebutuhan tubuh b.d output berlebih
2) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi
abdomen
3) Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d
mal absorbsi usus
4) Resti infeksi b.d ruptur usus
5) Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang
penyakit, pemeriksan diagnosa dn tindakannya.
c. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resiko kekurangan volume cairan
: kurang dari kebutuhan tubuh
b. d output berlebih.
Tujuan :
Klien menunjukkan
tidak terjadinya kekurangan
cairan
selama masa perawatan.
KH : - Intake cairan klien kembali adekuat.
-
Membran
mukosa lembab
-
Muntah
(-)
-
Intake
output normal
-
Pengisian
kapiler < 3 detik
Intervensi :
1) Observasi keadaan kulit dan membran mukosa
R/ Kulit dan
membran mukosa yang kering
menunjukkan kehi-
langan cairan yang berlebih
atau dehidrasi
2) Kaji intake output klien
R/ Intake-output yang
tidak seimbang menunjukkan
ketidak-
adekuatan pemasukan dan
pengeluaran cairan.
3) Ukur tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu)
R/ Hipotensi (termasuk postural),
takikardi, demam dapat me-
nunjukkan respon terhadap efek
kehilangan cairan.
4) Kaji penghisapan selang nasogastrik
R/ Penghisapan nasogastrik yang lama
dapat mengakibatkan
dehidrasi.
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan
parenteral sesuai indikasi.
R/ mempertahankan istirahat usus
akan memerlukan penggantian
cairan untuk memperbaiki
kehilangan cairan atau anemia.
6) Pantau hasil laboratorium elektrolit
R/ menentukan kebutuhan penggantian dan
keefektifan terapi.
Dx. 2 Gangguan ras nyaman nyeri b.d distres
abdomen
Tujuan :
Nyeri klien berkurang atau hilang setelah dilakukan
perawatan.
KH : - Nyeri (-)
-
Kliem
tampak rileks
-
TTV
dalam batas normal
TD : 110/70 mmHg – 120/80 mmHg
N : 60 – 100 x/mnt
-
Skala
nyeri (1-3)
-
Distensi
abdomen (-)
Intervensi :
1) Ukur TTV (Nadi dan TD)
R/ Nadi dan TD meningkat
menunjukkan terjadinya nyeri.
2) Kaji skala nyeri klien
R/ Membantu evaluasi derajat
ketidaknyamanan dan keefektifan
analgetik atau menyatakan
terjadinya komplikasi.
3) Ajarkan tehnik relaksasi
R/ Membantu pasien untuk
istirahat lebih efektif dan menurun-
kan menurunkan nyeri dan
ketidaknyamanan
4) Pantau status abdominal setiap 4 jam
R/ Untuk mengidentidikasi
kemajuan atau penyimpangan nyeri
dari hasil yang diharapkan.
5) Pertahankan tirah baring
R/ Tirah baring
mengurangi penggunaan energi dan
membantu
mengontrol nyeri dengan
mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot.
6) Pertahankan pasien pad posisi semi fowler
R/ Untuk membantu gerakan gravitasi terhadap selang GI dan
memudahkan pernafasan.
7) Pertahankan puasa sampai bising usus
kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus keluar.
R/ Memungkinkan makanan per oral dengan tidak
ada bising
akan meningkatkan distensi dan
ketidaknyamanan.
8) Kolabirasi dalam pemasangan selang GI /
usus
R/ penghisapan membantu dalam dekompresi
saluran GI
sehingga menurunkan distensi abdomen.
9) Kolaborasi dalam pemberian analgetik
sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilan.
R/ analgetik memblok lintasan
nyeri sehingga mengurangi nyeri.
Dx. 3 Gangguan eliminasi bowel
: konstipasi b.d malabsorbsi usus
Tujuan : Klien tidak mengalami konstipasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan
KH : - Eliminasi
bowel klien kembali adekuat
-
Bising
usus klien 6-12 x/mnt
Intevensi :
1) Kaji pola defekasi klien
R/ Mengetahui pola eliminasi
klien dan menentukan intervensi
yang tepat.
2) Auskultasi bising usus
R/ Perlambatan bising usus dapat menandakan
ileus obstruksi
statis menetap
3) Kaji keluhan nyeri abdomen
R/ Mungkin berhubungan
dengan distensi gas atau terjadinya
komplikasi seperti ileus
4) Kaji pola diet klien
R/ Masukan adekuat
dari serat dan makanan kasar memberikan
bulk
5) Anjurkan klien mengkonsumsi makanan tinggi
serat
R/ Makanan tinggi serat dapat
meminimalkan konstipasi.
6) Kolaborasi : berikan pelunak feses seperti
: supositoria gliserin sesuai indikasi.
R/ Supositoria gliserin
perlu untuk merangsang peristaltik
dengan perlahan.
Dx. 4 Resti infeksi b.d ruptur
usus
Tujuan : Klien tidak mengalami
infeksi setelah dilakukan
intervensi keperawatan
KH : - TTV dalam batas
normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-
Tanda-tanda
infeksi tidak ada (rubor (-), color (-), tumor (-), fungsiolaesa (-).
-
Leukosit
: 5000 – 10.000 / mm3
-
Bising
usus kembali normal
-
Flatus
(+)
Intervensi :
1) Kaji TTV setiap 2 jam (TD, N, P, S)
R/ Nadi ↑, Suhu ↑ menunjukkan
adanya infeksi
2) Kaji kualitas dan intensitas nyeri
R/ Peningkatan nyeri
menunjukkan adanya infeksi
3) Ukur dan catat lingkar abdomen
R/ Deteksi dini terhadap masalah dengan intervensi
segera dapat
mencegah akibat serius.
4) Beri tahu dokter dengan segera bila nyeri
abdomen meningkat, lingkar abdomen terus meningkat yang disertai penghentian
bising usus tiba-tiba
R/ Temuan ini menunjukkan
resiko ruptur peritonitis sehingga
diperlukan tindakan pembedahan
5) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien
R/ Penyakit meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap infeksi
petugas pelayanan kesehatan
paling umum sebagai sumber infeksi nosokomial.
6) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai
indikasi
R/ Leukosit yang meningkat
menunjukkan adanya infeksi
7) Kolaborasi pemberian anitibiotik sesuai
indikasi
R/ Antibiotik dapat membunuh
kuman penyebab infeksi.
Dx. 5 Ansietas b.d
kurang pengetahuan tentang
penyakit, pemeriksaan
diagnosa dan tindakannya.
Tujuan : Ansietas berkurang setelah dilakukan tindakan kepe-
rawatan
KH : - Klien
tampak rileks
-
Klien
dapat menyebutkan kembali tentang prognosis penyakit
Intervensi :
1) Observasi prilaku klien, misal : gelisah,
kontak mata kurang / peka rangsang
R/ Prilaku gelisah, kontak mata kurang / peka rangsang menan-
dakan indikator derajat
ansietas.
2) Berikan informasi tentang proses penyakit
dan faktor pencetus.
R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
3) Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaannya, berikan umpan balik.
R/ Membuat hubungan terapeutik
membantu pasien / orang
terdekat dalam
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4) Libatkan pasien atau orang terdekat dalam
rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana perawatan.
R/ Keterlibatan akan membantu memfokuskan perhatian pasien
dalam arti positif dan
memberikan rasa kontrol.
5) Bantu pasien belajar mekanisme koping
baru, misal : tekhnik mengatasi stress, ketrampilan organisasi.
R/ Belajar cara baru dapat
membantu dalam menurunkan
stress
dan ansietas meningkatkan
kontrol penyakit
6) Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi dan
membantu menurunkan ansietas.
d. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi keperawatan yang
disesuaikan dengan kondisi klien.
e. Evaluasi
1) Kebutuhan volume cairan klien kembali
adekuat.
2) Nyeri klien hilang / berkurang
3) Eliminasi bowel klien kembali adekuat.
4) Infeksi klien tidak terjadi
5) Ansietas klien berkurang.
2.
Post Operasi
a. Pengkajian
1) Cairan dan Nutrisi
Gejala : muntah berlebih, intake
yang kurang, flatus (-)
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis, produksi/
jumlah drainage berlebih,
distensi abdomen, peristaltik (-) / paralitik.
2) Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala : flatus (-)
Tanda : wajah klien tampak tegang
dan meringis, adanya luka insisi
abdomen, distensi abdomen.
3) Aktivitas
Gejala : kelemahan
Tanda : kesulitan ambulasi
4) Sirkulasi
Tanda : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)
b. Diagnosa Keperawatan
1) Resti kekurangan volume cairan dan
elektrolit b.d ouput yang berlebih
2) Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi
bedah
3) Resti infeksi b.d ketidakadekuatan
pertahanan primer, tindakan invasif, adanya insisi bedah
4) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan
tubuh b.d pembedahan abdomen
5) Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.
c. Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resti kekurangan
volume cairan dan elektrolit b.d ouput yang ber-
lebih
Tujuan : Klien
menunjukkan tidak terjadinya
kekurangan
cairan selama masa perawatan.
KH : - Membran
mukosa lembab
-
TTV
dalam batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-
Pengisian
kapiler < 3 detik
-
Intake
output seimbang
-
Turgor
kulit elastis
Intervensi :
1) Ukur tanda-tanda vital
R/ Hipotensi, takikardi,
demam dapat menambah kehilangan
cairan.
2) Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian
kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa
R/ Memberikan informasi
tentang volume sirkulasi umum dan
tingkat hidrasi.
3) Kaji intake output
R/ Intake output
yang tidak seimbang
menunjukkan ketidak-
adekuatan pemasukan dan
pengeluaran cairan.
4) Observasi / ukur distensi abdomen
R/ Perpindahan cairan
dan vaskuler menurunkan
volume
sirkulasi.
5) Observasi kuantitas, jumlah dan karakter
drainase
R/ Haluaran cairan
berlebih dapat menyebabkan
ketidakseim-
bangan elektrolit dan
alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium.
6) Kolaborasi :
a) Pemberian cairan parenteral sesuai
indikasi
R/ Pasien post operasi
biasanya mengalami paralitik. Cairan
parenteral berfungsi untuk
pengganti cairan dan memperbaiki kehilangan cairan.
b) Pantau hasil laboratorium elektrolit
R/ Menentukan kebutuhan
penggantian dan keefektifan
therapi.
Dx. 2 Gangguan rasa nyaman
nyeri b.d insisi bedah
Tujuan : Nyeri klien berkurang
/ hilang setekah
dilakukan
perawatan.
KH : - Skala
nyeri (1-3)
-
Nyeri
(-)
-
TTV
dalam batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-
Tanda-tanda
infeksi (-)
Intervensi :
1) Kaji skala nyeri dan perhatian faktor
penyebab timbulnya nyeri
R/ Nyeri insisi
bermakna pada fase
post op, diperberat
oleh
gerakan, batuk, distensi
abdomen, membiarkan klien rentang ketidaknyamanan sendiri membantu
mengidentifikasi intervensi dan mengevaluasi keefektifan analgetik.
2) Ukur TTV (N, P, TD)
R/ N, P, TD yang meningkat
menandakan adanya nyeri
3) Ajarkan tehnik relaksasi
R/ Membantu klien untuk
istirahat lebih efektif dan menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan.
4) Kaji keadaan insisi bedah
R/ Perdarahan pada jaringan,
bengkak, inflamasi lokal/terjadinya
infeksi dapat menyebabkan
peningkatan nyeri insisi.
5) Ambulasikan pasien sesegera mungkin
R/ Menurunkan masalah
yang terjadi karena
immobilisasi
seperti tegangan otot,
tertahannya flatus.
6) Pertahankan kepatenan selang drainase
R/ Obstruksi selang
dapat meningkatkan distensi
abdomen,
menekan garis jahitan internal
dan sangat meningkatkan nyeri.
7) Kolaborasi : pemberian analgetik sesuai
indikasi
R/ Analgetik memblok
lintasan nyeri, sehingga
dapat mengu-
rangi nyeri.
Dx. 3 Resti infeksi
b.d ketidakadekuatan pertahanan
primer, tindakan
infasif, adanya insisi bedah.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan kepe-
rawatan.
KH : - TTV dalam
batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-
Tanda-tanda
infeksi tidak ada, seperti : kalor (-), dolor (-), rubor (-), tumor (-),
fungsiolaesa (-)
-
Leukosit
: 5.000 – 10.000 ul
-
Baluran
luka kering, pus (-)
Intervensi :
1) Ukur TTV (suhu)
R/ Peningkatan suhu
4-7 hari setelah
op sering menandakan
abses, luka / kebocoran cairan
dari sisi anaotomosis.
2) Observasi daerah insisi, karakter
drainase, adanya inflamasi
R/ Perkembangan infeksi dapat
memperlambat pemulihan.
3) Pertahankan perawatan luka septik,
pertahankan balutan kering.
R/ Melindungi pasien
dari kontaminasi silang selama
penggan-
tian balutan. Balutan basah
dapat menjadi tempat perkembangan mikroorganisme.
4) Lakukan perawatan luka setiap hari
R/ Mencegah terjadinya
pertumbuhan mikroorganisme
5) Kolaborasi pemberian obat antibiotika
R/ Antibiotik dapat membunuh
kuman penyebab infeksi.
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah
(Leuksit)
R/ Peningkatan leukosit
dari batas normal
indikasi adanya
infeksi.
Dx. 4 Perubahan nutrisi
kurang kebutuhan tubuh
b.d pembedahan
abdomen
Tujuan : Kebutuhan
nutrisi klien adekuat
setelah dilakukan
intervensi keperawatan.
KH : - Bising
usus 7-12 x/mnt
-
Konjungtiva
emis / merah muda
-
Membran
mukosa lembab
-
Hb :
13-16 gr/dl
Intervensi :
1) Tinjau faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan untuk mencerna makanan seperti status puasa, mual, paralitik
R/ Mempengaruhi pilihan
intervensi
2) Catat intake output
R/ Mengidentifikasi status
cairan serta memastikan kebutuhan
metabolik
3) Auskultasi bising usus, palpasi abdomen,
catat pasase flatus
R/ Menentukan kembalinya
peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari
post op)
4) Pertahankan potensi selang nasogastrik
R/ Mempertahankan dekompensasi
usus, mengingatkan istirahat
/ pemulihan usus.
5) Kolaborasi :
a) Pemberian cairan parenteral sesuai
indikasi seperti elektrolit
R/ Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit, pem-
batasan diet, penghisapan usus
pra op secara khusus mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit.
b) Pemeriksaan lab (DL : Hb, Ht, Alb)
R/ Mengetahui status nutrisi
klien.
Dx. 5 Kurang pengetahuan
mengenai kondisi, prognosis
dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang
informasi
Tujuan : Pengetahuan
klien bertambah setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
KH : -
Klien dapat mengungkapkan
/ mengerti tentang
prognosis penyakit dan
pengobatan
-
Klien
tampak rileks
-
Keluarga
dapat mendemonstrasikan, perawatan luka (colostomi) dengan baik
Intervensi :
1) Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca
operasi
R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat mem-
buat pilihan berdasarkan
informasi.
2) Berikan informasi tentang prognosis
penyakit
R/ Memberikan dasar
pengetahuan dimana pasien dapat
mem-
buat pilihan informasi.
3) Dorong klien untuk mengungkapkan
perasaannya, berikan umpan balik.
R/ Membuat hubungan
terapeutik, membantu pasien
dalam
mengidentifikasi masalah yang
menyebabkan stress.
4) Libatkan keluarga dalam melakukan
perawatan luka (colostomy)
R/ Meningkatkan pemahaman
dalam perawatan klien
5) Tekankan pentingnya perawatan kulit,
seperti mencuci tangan dengan baik
R/ Menurunkan penyebaran
bakteri dan resiko infeksi/kerusakan
infeksi.
6) Ajari keluarga dalam melakukan perawatan
colostomi
R/ Meningkatkan pemahaman keluarga dan memandirikan
keluarga sehingga tidak
tergantung dari perawat.
d. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi
yang disesuaikan dengan kondisi klien.
e. Evaluasi
1) Kebutuhan cairan klien kembali adekuat
2) Nyeri klien hilang / berkurang
3) Infeksi tidak terjadi
4) Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat
5) Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar