Rabu, 20 November 2013

ASUHAN KEPERAWATAN OBSTRUKSI USUS


A.    Konsep Dasar Obstruksi Usus
1.      Definisi
Obstruksi usus terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan, tetapi peristaltiknya normal (Reeves J. C, 2001)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus (Sylvia, 1995).
Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi usus (Subaston, 1995)

2.      Etiologi
Obstruksi usus pada umumnya diklasifikasikan sebagai :
a.       Obstruksi Mekanik
Obstruksi usus mekanik mempengaruhi kekuatan dinding usus, disebabkan oleh :
1)      Perlekatan
Biasanya terjadi akibat dari pembedahan abdomen sebelumnya, lengkung usus, menjadi melekat pada area yang sembuh secara lembut atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen.
2)      Intususepsi
Salah satu bagian dari usus menyusup ke dalam bagian lain yang ada di bawahnya, invaginasi / pemendekan usus oleh gerakan satu segmen dari usus ke tempat lain, akibatnya terjadi penyempitan lumen usus.


3)      Volvulus
Perputaran yang saling mengunci, usus yang terpelintir, akibatnya lumen usus menjadi tersumbat, gas dan cairan berkumpul dalam usus yang terjebak.
4)      Hernia
Masuknya usus ke dalam kantung hernia melewati lubang hernia, akibat lemahnya kelemahan muscular abdomen, peningkatan teanan intra abdominal, akibatnya aliran usus mungkin tersumbat total dan aliran darah ke area tersebut dapat juga tersumbat.
5)      Tumor
Tumor yang ada dalam dinding usus meluas ke lumen usus atau tumor di luar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus. Akibatnya lumen usus menjadi tersumbat sebagian, bila tumor tidak diangkat mengakibatkan obstruksi lengkap.

b.      Obstruksi usus non mekanik
1)      Peritonitis
2)      Disfungsi motilitas gastro intestinal sebagai akibat tidak normalnya peristaltik usus.
3)      Ileus paralitik akibat dari proses pembedahan dimana visera abdomen tersentuh.
4)      Atoni usus dan peregangan gastro intestinal sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik, terutama setelah fraktur tulang belakang.
5)      Terjepitnya batu empedu di dalam usus.

3.      Patofisiologi
Secara normal 7 sampai 8 liter cairan kaya elektrolit dari sekresi oleh usus dan kebanyakan direabsorbsi. Bila usus tersumbat akumulasi, isi usus, cairan dan gas akan terjadi di daerah atas usus yang mengalami obstruksi, hal ini akan menimbulkan distensi. Bila cairan ini tertahan terus-menerus akan terjadi refluks muntah yang akan menyebabkan dehidrasi. Distensi menyebabkan distensi sementara peristaltik saat usus berusaha mendorong material melalui area tersumbat. Dalam beberapa jam peningkatan peristaltik berakhir dan usus menjadi flacid. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus meningkat, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteri. Hal ini akan menyebabkan iskemia, nekrosis dan akhirnya ruptur dinding usus, yang dapat menyebabkan pelepasan bakteri dan toksin dari usus ke dalam peritoneum dan sirkulasi sistemik yang dapat mengakibatkan peritonitis dan septikemia.
 
4.      Manifestasi Klinis
Semakin tinggi letak penyumbatan, maka semakin cepat terjadi dehidrasi.
a.       Obstruksi usus halus
1)      Nyeri
Biasanya tidak nyata seperti pada ileus paralitik, walaupun abdomen mungkin sensitif (nyeri bila ditekan). Nyeri biasanya menyerupai kejang, datangnya bergelombang dan biasanya terletak pada umbilikus.
2)      Muntah (sering muncul, frekuensinya bervariasi tergantung letak obstruksi)
3)      Konstipasi absolut
4)      Peregangan abdomen / distensi abdomen (semakin ke bawah semakin jelas)
5)      Feses dan flatus dapat keluar pada permulaan obstruksi usus halus
6)      Tanda-tanda dehidrasi : haus terus-menerus, mengantuk, malaise umum dan lidah serta membran mukosa menjadi pecah).




b.      Obstruksi Usus Besr
Obstruksi usus besar berbeda secara klinis dari obstruksi usus halus. Dalam hal ini gejala terjadi dan berlanjut relatiflambat, manifestasi yang timbul pada obstruksi usus besar yaitu :
1)      Konstipasi
2)      Abdomen menjadi sangat distensi
3)      Kram dan nyeri abdomen bawah
4)      Muntah fekal
5)      Dehidrasi (tingkatan tergantung letak penyumbatan)
6)      Suara usus besar → pada mulanya mungkin pertanda hiperaktif proksimal dari obstruksi, kemudian mengalami penurunan.
7)      Syok

5.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Sinar X
Menunjukkan adanya kuantitas abnormal dari gas dan cairan usus.
b.      Pemeriksaan radiogram abdomen (Untuk menegakkan diagnosis obstruksi usus)
Pada obstruksi usus halus ditandai adanya udara di usus halus, sedangkan pada obstruksi usus besar menunjukkan adanya udara dalam kolon.
c.       Radiogram Barium
Untuk mengetahui tempat obstruksi
d.      Pemeriksaan laboratorium (elektrolit darah dan DL)
Menunjukkan gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi (leukosit mencapai 30.000 – 50.000 ul)
e.       Proktosigmoidoskopi
Membantu menentukan penyebab obstruksi bila di dalam kolon


6.      Penatalaksanaan
a.       Tindakan Medis
1)      Dekompresi usus melalui selang usus halus / NGT untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen.
2)      Terapi intravena diperlukan untuk mengganti kekurangan cairan, natrium klorida dan kalium.
3)      Selang rektal digunakan untuk dekompresi area yang ada di bawah usus
4)      Kolonoskopi untuk membuka iritan dan dekompresi  usus.

b.      Apabila kondisi klien tidak bereson terhadap tindakan medis,maka diperlukan tindakan pembedahan. Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan.
1)      Reseksi bedah : untuk mengangkat penyebab obstruksi
2)      Kolonostomi sementara / permanen
3)      Sokostomi : pembukaan secara bedah yang dibuat pada seikum.

c.       Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.perawatan luka abdomen dan pemberian kalori yang cukup serta perlu diingat pasien dengan pasca bedah, usus masih dalam kecelakaan.

7.      Komplikasi
a.       Syok hipovolemik
b.      Peritonitis
c.       Septikemia



B.     Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Obstruksi Usus
1.      Pre Operasi
a.      Pengkajian
1)      Data biografi (nama, umur, alamat, pekerjaan, jenis kelamin)
2)      Cairan
Gejala : muntah banyak dengan materi fekal, berbau
Tanda : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis
3)      Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala  : flatus (-), konstipasi
Tanda  : wajah klien tegang, tampak meringis, distensi abdomen
4)      Eliminasi
Gejala  : flatus (-), konstipasi
Tanda  : distensi  abdomen,   penurunan   bising   (dari   hiperaktif    ke
hipoaktif), feses (-), tergantung letak obstruksi, jika ada feses hanya sedikit (berbentuk pensil).
5)      Aktivitas
Gejala  : kelemahan
Tanda  : kesulitan ambulasi
6)      Sirkulasi
Tanda  : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)

b.      Diagnosa Keperawatan
1)      Resiko kekurangan volume cairan : kurang dari kebutuhan tubuh b.d output berlebih
2)      Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen
3)      Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d mal absorbsi usus
4)      Resti infeksi b.d ruptur usus
5)      Ansietas b.d kurang pengetahuan tentang penyakit, pemeriksan diagnosa dn tindakannya.
c.       Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resiko  kekurangan  volume  cairan  :  kurang  dari kebutuhan tubuh    
b. d output berlebih.
Tujuan          : Klien   menunjukkan   tidak    terjadinya    kekurangan
  cairan selama masa perawatan.
KH               : -    Intake cairan klien kembali adekuat.
-          Membran mukosa lembab
-          Muntah (-)
-          Intake output normal
-          Pengisian kapiler < 3 detik
Intervensi :
1)      Observasi keadaan kulit dan membran mukosa
R/ Kulit  dan  membran  mukosa yang kering menunjukkan kehi-
langan cairan yang berlebih atau dehidrasi
2)      Kaji intake output klien
R/ Intake-output   yang  tidak  seimbang  menunjukkan  ketidak-
adekuatan pemasukan dan pengeluaran cairan.
3)      Ukur tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu)
R/ Hipotensi (termasuk postural), takikardi, demam dapat  me-
nunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan.
4)      Kaji penghisapan selang nasogastrik
R/ Penghisapan  nasogastrik  yang  lama  dapat  mengakibatkan
dehidrasi.
5)      Kolaborasi dalam pemberian cairan parenteral sesuai indikasi.
R/ mempertahankan istirahat usus akan memerlukan penggantian
cairan untuk memperbaiki kehilangan cairan atau anemia.
6)      Pantau hasil laboratorium elektrolit
R/ menentukan kebutuhan penggantian dan keefektifan terapi.

Dx. 2 Gangguan ras nyaman nyeri b.d distres abdomen
Tujuan          : Nyeri klien berkurang atau hilang setelah dilakukan
  perawatan.
KH               : -    Nyeri (-)
-          Kliem tampak rileks
-          TTV dalam batas normal
TD : 110/70 mmHg – 120/80 mmHg
N : 60 – 100 x/mnt
-          Skala nyeri (1-3)
-          Distensi abdomen (-)
Intervensi :
1)      Ukur TTV (Nadi dan TD)
R/ Nadi dan TD meningkat menunjukkan terjadinya nyeri.
2)      Kaji skala nyeri klien
R/ Membantu evaluasi derajat ketidaknyamanan dan keefektifan
analgetik atau menyatakan terjadinya komplikasi.
3)      Ajarkan tehnik relaksasi
R/ Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan menurun-
kan menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan
4)      Pantau status abdominal setiap 4 jam
R/ Untuk mengidentidikasi kemajuan atau  penyimpangan nyeri
dari hasil yang diharapkan.
5)      Pertahankan tirah baring
R/ Tirah  baring  mengurangi  penggunaan energi dan membantu
mengontrol nyeri dengan mengurangi kebutuhan untuk kontraksi otot.
6)      Pertahankan pasien pad posisi semi fowler
R/ Untuk  membantu  gerakan  gravitasi  terhadap  selang GI dan
memudahkan pernafasan.
7)      Pertahankan puasa sampai bising usus kembali, distensi abdomen berkurang dan flatus keluar.
R/ Memungkinkan  makanan  per oral  dengan  tidak  ada  bising
akan meningkatkan distensi dan ketidaknyamanan.
8)      Kolabirasi dalam pemasangan selang GI / usus
R/ penghisapan   membantu   dalam   dekompresi   saluran   GI 
sehingga  menurunkan distensi abdomen.
9)      Kolaborasi dalam pemberian analgetik sesuai kebutuhan dan evaluasi keberhasilan.
R/ analgetik memblok lintasan nyeri sehingga mengurangi nyeri.

Dx. 3 Gangguan eliminasi bowel : konstipasi b.d malabsorbsi usus
Tujuan          : Klien  tidak  mengalami  konstipasi setelah dilakukan  
tindakan   keperawatan
KH               : -    Eliminasi bowel klien kembali adekuat
-          Bising usus klien 6-12 x/mnt
Intevensi :
1)      Kaji pola defekasi klien
R/ Mengetahui  pola  eliminasi  klien dan menentukan intervensi
yang tepat.
2)      Auskultasi bising usus
R/ Perlambatan   bising usus dapat  menandakan  ileus  obstruksi  
statis menetap
3)      Kaji keluhan nyeri abdomen
R/ Mungkin  berhubungan  dengan  distensi  gas atau  terjadinya
komplikasi seperti ileus
4)      Kaji pola diet klien
R/ Masukan  adekuat  dari serat dan makanan kasar memberikan
bulk
5)      Anjurkan klien mengkonsumsi makanan tinggi serat
R/ Makanan tinggi serat dapat meminimalkan konstipasi.
6)      Kolaborasi : berikan pelunak feses seperti : supositoria gliserin sesuai indikasi.
R/ Supositoria   gliserin   perlu   untuk   merangsang   peristaltik
dengan perlahan.

Dx. 4 Resti infeksi b.d ruptur usus
Tujuan           : Klien  tidak  mengalami  infeksi  setelah  dilakukan 
intervensi  keperawatan
KH    : -    TTV dalam batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-          Tanda-tanda infeksi tidak ada (rubor (-), color (-), tumor (-), fungsiolaesa (-).
-          Leukosit : 5000 – 10.000 / mm3
-          Bising usus kembali normal
-          Flatus (+)
Intervensi :
1)      Kaji TTV setiap 2 jam (TD, N, P, S)
R/ Nadi ↑, Suhu ↑ menunjukkan adanya infeksi
2)      Kaji kualitas dan intensitas nyeri
R/ Peningkatan nyeri menunjukkan adanya infeksi
3)      Ukur dan catat lingkar abdomen
R/ Deteksi  dini terhadap masalah dengan intervensi segera  dapat
mencegah akibat serius.
4)      Beri tahu dokter dengan segera bila nyeri abdomen meningkat, lingkar abdomen terus meningkat yang disertai penghentian bising usus tiba-tiba
R/ Temuan  ini  menunjukkan  resiko  ruptur peritonitis  sehingga
diperlukan tindakan pembedahan
5)      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
R/ Penyakit meningkatkan kerentanan seseorang terhadap infeksi
petugas pelayanan kesehatan paling umum sebagai sumber infeksi nosokomial.
6)      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Leukosit yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
7)      Kolaborasi pemberian anitibiotik sesuai indikasi
R/ Antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi.

Dx. 5 Ansietas  b.d  kurang  pengetahuan tentang penyakit, pemeriksaan
diagnosa dan tindakannya.
Tujuan           : Ansietas  berkurang  setelah  dilakukan tindakan kepe-
rawatan
KH    : -     Klien tampak rileks
-          Klien dapat menyebutkan kembali tentang prognosis penyakit
Intervensi :
1)      Observasi prilaku klien, misal : gelisah, kontak mata kurang / peka rangsang
R/ Prilaku  gelisah,  kontak mata kurang / peka rangsang   menan-
dakan indikator derajat ansietas.
2)      Berikan informasi tentang proses penyakit dan faktor pencetus.
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat
pilihan informasi.
3)      Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan umpan balik.
R/ Membuat   hubungan   terapeutik   membantu   pasien  /  orang
terdekat dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4)      Libatkan pasien atau orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada rencana perawatan.
R/ Keterlibatan  akan  membantu  memfokuskan perhatian pasien
dalam arti positif dan memberikan rasa kontrol.
5)      Bantu pasien belajar mekanisme koping baru, misal : tekhnik mengatasi stress, ketrampilan organisasi.
R/ Belajar cara baru dapat membantu  dalam  menurunkan  stress 
dan ansietas meningkatkan kontrol penyakit
6)      Berikan lingkungan tenang dan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi dan membantu menurunkan ansietas.

d.      Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi keperawatan yang disesuaikan dengan kondisi klien.

e.       Evaluasi
1)      Kebutuhan volume cairan klien kembali adekuat.
2)      Nyeri klien hilang / berkurang
3)      Eliminasi bowel klien kembali adekuat.
4)      Infeksi klien tidak terjadi
5)      Ansietas klien berkurang.



2.      Post Operasi
a.      Pengkajian
1)      Cairan dan Nutrisi
Gejala  : muntah berlebih,  intake yang kurang, flatus (-)
Tanda  : membran mukosa kering, turgor kulit tidak elastis, produksi/
jumlah drainage berlebih, distensi abdomen, peristaltik (-) / paralitik.
2)      Ketidaknyamanan / nyeri
Gejala  : flatus (-)
Tanda  : wajah  klien tampak tegang dan meringis, adanya luka insisi
abdomen, distensi abdomen.
3)      Aktivitas
Gejala  : kelemahan
Tanda  : kesulitan ambulasi
4)      Sirkulasi
Tanda  : takikardi, berkeringat, pucat, hipotensi (tanda syok)

b.      Diagnosa Keperawatan
1)      Resti kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d ouput yang berlebih
2)      Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi bedah
3)      Resti infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan primer, tindakan invasif, adanya insisi bedah
4)      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pembedahan abdomen
5)      Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d kurang informasi.



c.       Intervensi Keperawatan
Dx. 1 Resti  kekurangan  volume  cairan  dan elektrolit b.d ouput yang ber-
lebih
Tujuan          : Klien    menunjukkan    tidak   terjadinya   kekurangan
cairan selama masa perawatan.
KH               : -     Membran mukosa lembab
-          TTV dalam batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-          Pengisian kapiler < 3 detik
-          Intake output seimbang
-          Turgor kulit elastis
Intervensi     :
1)      Ukur tanda-tanda vital
R/ Hipotensi,  takikardi,  demam  dapat  menambah kehilangan
cairan.
2)      Palpasi nadi perifer, evaluasi pengisian kapiler, turgor kulit dan status membran mukosa
R/ Memberikan  informasi  tentang  volume  sirkulasi umum dan
tingkat hidrasi.
3)      Kaji intake output
R/ Intake  output  yang  tidak  seimbang  menunjukkan   ketidak-
adekuatan pemasukan dan pengeluaran cairan.
4)      Observasi / ukur distensi abdomen
R/ Perpindahan    cairan    dan    vaskuler   menurunkan   volume
sirkulasi.

5)      Observasi kuantitas, jumlah dan karakter drainase
R/ Haluaran  cairan  berlebih  dapat  menyebabkan  ketidakseim-
bangan elektrolit dan alkalosis metabolik dengan kehilangan lanjut kalium.
6)      Kolaborasi :
a)      Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
R/ Pasien  post operasi  biasanya mengalami paralitik. Cairan
parenteral berfungsi untuk pengganti cairan dan memperbaiki kehilangan cairan.
b)      Pantau hasil laboratorium elektrolit
R/ Menentukan   kebutuhan   penggantian   dan   keefektifan
therapi.

Dx. 2 Gangguan rasa nyaman nyeri b.d insisi bedah
Tujuan          : Nyeri   klien   berkurang  /  hilang  setekah  dilakukan
perawatan.
KH               : -    Skala nyeri (1-3)
-          Nyeri (-)
-          TTV dalam batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-          Tanda-tanda infeksi (-)
Intervensi     :
1)      Kaji skala nyeri dan perhatian faktor penyebab timbulnya nyeri
R/ Nyeri  insisi  bermakna  pada  fase  post  op,  diperberat   oleh
gerakan, batuk, distensi abdomen, membiarkan klien rentang ketidaknyamanan sendiri membantu mengidentifikasi intervensi dan mengevaluasi keefektifan analgetik.
2)      Ukur TTV (N, P, TD)
R/ N, P, TD yang meningkat menandakan adanya nyeri
3)      Ajarkan tehnik relaksasi
R/ Membantu klien untuk istirahat lebih efektif dan menurunkan
nyeri dan ketidaknyamanan.
4)      Kaji keadaan insisi bedah
R/ Perdarahan pada jaringan, bengkak, inflamasi lokal/terjadinya
infeksi dapat menyebabkan peningkatan nyeri insisi.
5)      Ambulasikan pasien sesegera mungkin
R/ Menurunkan   masalah   yang   terjadi   karena   immobilisasi
seperti tegangan otot, tertahannya flatus.
6)      Pertahankan kepatenan selang drainase
R/ Obstruksi   selang   dapat   meningkatkan   distensi  abdomen,
menekan garis jahitan internal dan sangat meningkatkan nyeri.
7)      Kolaborasi : pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ Analgetik  memblok  lintasan  nyeri,  sehingga  dapat mengu-
rangi nyeri.

Dx. 3 Resti   infeksi  b.d  ketidakadekuatan  pertahanan  primer,   tindakan
infasif, adanya insisi bedah.
Tujuan          : Infeksi  tidak  terjadi setelah dilakukan tindakan kepe-
rawatan.
KH               : -    TTV dalam batas normal
P : 16 – 24 x/mnt
N : 60 – 100 x/mnt
TD : 120/80 mmHg
S : 36-37oC
-          Tanda-tanda infeksi tidak ada, seperti : kalor (-), dolor (-), rubor (-), tumor (-), fungsiolaesa (-)
-          Leukosit : 5.000 – 10.000 ul
-          Baluran luka kering, pus (-)
Intervensi     :
1)      Ukur TTV (suhu)
R/ Peningkatan  suhu  4-7  hari  setelah  op  sering  menandakan
abses, luka / kebocoran cairan dari sisi anaotomosis.
2)      Observasi daerah insisi, karakter drainase, adanya inflamasi
R/ Perkembangan infeksi dapat memperlambat pemulihan.
3)      Pertahankan perawatan luka septik, pertahankan balutan kering.
R/ Melindungi  pasien  dari  kontaminasi silang selama penggan-
tian balutan. Balutan basah dapat menjadi tempat perkembangan mikroorganisme.
4)      Lakukan perawatan luka setiap hari
R/ Mencegah terjadinya pertumbuhan mikroorganisme
5)      Kolaborasi pemberian obat antibiotika
R/ Antibiotik dapat membunuh kuman penyebab infeksi.
6)      Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah (Leuksit)
R/ Peningkatan  leukosit   dari   batas   normal   indikasi   adanya
infeksi.

Dx. 4 Perubahan   nutrisi   kurang   kebutuhan   tubuh    b.d    pembedahan
abdomen
Tujuan          : Kebutuhan  nutrisi  klien  adekuat   setelah   dilakukan
intervensi keperawatan.
KH               : -    Bising usus 7-12 x/mnt
-          Konjungtiva emis / merah muda
-          Membran mukosa lembab
-          Hb : 13-16 gr/dl
Intervensi     :
1)      Tinjau faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk mencerna makanan seperti status puasa, mual, paralitik
R/ Mempengaruhi pilihan intervensi
2)      Catat intake output
R/ Mengidentifikasi  status  cairan  serta  memastikan kebutuhan
metabolik
3)      Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, catat pasase flatus
R/ Menentukan kembalinya peristaltik (biasanya dalam 2-4 hari
post op)
4)      Pertahankan potensi selang nasogastrik
R/ Mempertahankan dekompensasi usus, mengingatkan istirahat
/ pemulihan usus.
5)      Kolaborasi :
a)      Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi seperti elektrolit
R/ Memperbaiki   keseimbangan   cairan dan elektrolit, pem-
batasan diet, penghisapan usus pra op secara khusus mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit.
b)      Pemeriksaan lab (DL : Hb, Ht, Alb)
R/ Mengetahui status nutrisi klien.

Dx. 5 Kurang  pengetahuan  mengenai  kondisi,  prognosis  dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi
Tujuan          : Pengetahuan    klien    bertambah    setelah   dilakukan
tindakan keperawatan
KH               : -     Klien  dapat  mengungkapkan  /  mengerti  tentang
prognosis penyakit dan pengobatan
-          Klien tampak rileks
-          Keluarga dapat mendemonstrasikan, perawatan luka (colostomi) dengan baik
Intervensi     :
1)      Tinjau ulang prosedur dan harapan pasca operasi
R/ Memberikan  dasar  pengetahuan  dimana  pasien dapat mem-
buat pilihan berdasarkan informasi.
2)      Berikan informasi tentang prognosis penyakit
R/ Memberikan   dasar  pengetahuan  dimana pasien dapat mem-
buat pilihan informasi.
3)      Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya, berikan umpan balik.
R/ Membuat  hubungan   terapeutik,   membantu   pasien   dalam
mengidentifikasi masalah yang menyebabkan stress.
4)      Libatkan keluarga dalam melakukan perawatan luka (colostomy)
R/ Meningkatkan pemahaman dalam perawatan klien
5)      Tekankan pentingnya perawatan kulit, seperti mencuci tangan dengan baik
R/ Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko infeksi/kerusakan
infeksi.
6)      Ajari keluarga dalam melakukan perawatan colostomi
R/ Meningkatkan    pemahaman    keluarga   dan   memandirikan
keluarga sehingga tidak tergantung dari perawat.

d.      Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi yang disesuaikan dengan kondisi klien.


e.       Evaluasi
1)      Kebutuhan cairan klien kembali adekuat
2)      Nyeri klien hilang / berkurang
3)      Infeksi tidak terjadi
4)      Kebutuhan nutrisi klien kembali adekuat
5)      Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar