KONSEP DASAR KARDIOMIOPATI
1.
Pengertian
Kardiomiopati
adalah penyakit otot yang tidak diketahui sebabnya (Jota, Shanta, 1996).
Kardiomiopati
adalah penyakit yang mengenai miokardium secara primer dan bukan sebagai akiba
hipertensi, kelainan congenital, katup koroner, arterial dan perikardial.
(Affandi Dedi, 1996 dan Winne Joshua, 2000).
Kardiomiopati
berdasarkan klinik dibagi atas:
a. Kardiomiopati dilatasi
Adalah kardiomiopati yang
ditandai dengan adanya dilatasi atau pembesaran rongga ventrikel bersama dengan
penipisan dinding otot, pembesaran atrium kiri dan statis darah dalam
ventrikel.
b. Kardiomiopati Restriktif
Merupakan kelainan yang amat
jarang dan sebabnya tidak diketahui. Tanda khas kardiomiopati ini adalah adanya
gangguan pada fungsi diastolik, dinding ventrikel sangat kaku dan menghalangi
pengisian ventrikel.
c. Kardiomiopati Hipertrofi
Merupakan penyakit yang
ditandai dengan hipertrofi ventrikel kiri yang khas tanpa adanya dilatasi ruang
ventrikel dan tanpa penyebab yang jelas sebelumnya. Karena itu hipertrofi ini,
bukan sekunder karena penyakit sistemik atau kardiovaskuler seperti hipertensi
atau stenosis aorta yang memperberat beban ventrikel kiri.
2.
Etiologi
a. Kardiomiopati Dilatasi
Etiologi kardiomiopati
dilatasi tidak diketahui dengan pasti, tetapi kemungkinan ada hubungannya
dengan beberapa hal seperti pemakaian alkohol berlebihan, graviditas,
hipertensi sistemik, infeksi virus, kelainan autoimun, bahan kimia dan fisik.
Individu yang mengkonsumsi alkohol dalam jumlah besar lebih dari beberapa tahun
dapat mengalami gambaran klinis yang identik dengan kardiomiopati dilatasi.
Alkoholik dengan gagal jantung yang lanjut mempunyai prognosis buruk, terutama
bila mereka meneruskan minum alkohol. Kurang dari ¼ pasien yang dapat bertahan
hidup sampai 3 tahun. Penyebab kardiomiopati dilatasi lain adalah kardiomiopati peripatum, dilatasi jantung dan
gagal jantung kongesti tanpa penyebab yang pasti serta dapat timbul selama
bulan akhir kehamilan atau dalam beberapa bulan setelah melahirkan. Penyakit
neuromuskuler juga merupakan penyebab kardiomiopati dilatasi. Keterlibatan
jantung biasa didapatkan pada banyak penyakit distrofi muskular yang
ditunjukkan dengan adanya EKG yang berbeda dan unik, ini terdiri dari gelombang
R yang tinggi di daerah prekordial kanan dengan rasio R / S lebih dari 1,0 dan
sering disertai dengan gelombang Q yang dalam di daerah ekstremitas dan
perikardial lateral dan tidak ditemukan ada bentuk distrofi muskular lainnya.
Pengobatan juga dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi seperti derivat antrasiklin,
khususnya doksorubisin (adriamnyan) yang diberikan dalam dosis tinggi (lebih
dari 550 mg / m2 untuk doksorubisin) dapat menimbulkan gagal jantung
yang fatal. Siklofosfamid dosis tinggi dapat menimbulkan gagal jantung
kongestif secara akut.
b. Kardiomiopati Restriktif
Etiologi penyakit ini tidak
diketahui. Kardiomiopati sering ditemukan pada amiloidosis, hemokromatis,
defosit glikogen, fibrosis endomiokardial, eosinofilia, fibro-elastosis dan
fibrosis miokard dengan penyebab yang berbeda.
Fibrosis endomiokard merupakan
penyakit progresif dengan penyebab yang tidak diketahui yang sering terjadi
pada anak-anak dan orang dewasa muda, ditandai dengan lesi fibrosis endokard
pada bagian aliran masuk dari ventrikel
c. Kardiomiopati hipertrofik
Etiologi kelainan ini tidak
diketahui, diduga disebabkan oleh faktor genetik, familiar, rangsangan katekolamin,
kelainan pembuluh darah koroner kecil. Kelainan yang menyebabkan iskemia
miokard, kelainan konduksi atrioventrikuler dan kelainan kolagen.
3.
Patofisiologi
4.
Gejala Klinis
a. Kardiomiopati Dilatasi
Gejala klinis yang menonjol
adalah gagal jantung kongestif, terutama yang kiri, berupa sesak nafas saat
bekerja, lelah, lemas, dapat disertai tanda-tanda emboli sistemik atau paru
serta aritmia , orthopnea, dispnea proksimal nokturnal, edema perifer,
paltipasi berlangsung secara perlahan pada sebagian besar pasien.
b. Kardiomiopati Restrikstif
Pada umumnya penderita
mengalami kelemahan, sesak nafas, edema, asites serta hepatomegali disertai
nyeri. Tekanan vena jugularis meningkat dan dapat lebih meningkat dengan
inspirasi (tanda kusmaul). Bunyi jantung terdengar jauh dari biasanya serta
ditemukan tanda-tanda gejala penyakit sistemik seperti amiloidosis,
hemokromatis.
c. Kardiomiopati Hipertrofik
·
Kardiomiopati
simptomatik
Keluhan yang paling sering
adalah dispnea, sebagian besar karena kekakuan dinding ventrikel kiri yang
meningkat dan yang mengganggu pengisian ventrikel dan mengakibatkan tekanan
diastolik ventrikel kiri dan atrium kiri meningkat. Gejala lainnya meliputi:
angia pektoris, kelelahan dan sinkop.
·
Kardiomiopati
Hipertrofik
Asimtomatik
Tidak ada tanda dan gejala dan
dapat menyebabkan kematian tiba-tiba, sering terjadi pada anak-anak dan orang
dewasa muda dan dapat terjadi selama atau setelah beraktivitas.
5.
Pemeriksaan Klinis
a. Kardiomiopati Dilatasi / Kongestif
Didapatkan berbagai tingkat
pembesaran jantung dan tanda-tanda gagal jantung kongestif. Pada tingkat
lanjut, tekanan nadi kecil dan tekanan vena jugularis meningkat. Biasanya
terdengar bunyi S3 dan S4 serta dapat timbul regurgitasi tripuspid atau mitral.
b. Kardiomiopati Restriktif
Ditemukan adanya pembesaran
jantung sedang. Terdengar bunyi jantung S3 atau S4 serta adanya regurgitasi
mitral atau tripuspid.
c. Kardiomipati Hipertrofik
Ditemukan pembesaran jantung
ringan. Pada apeks teraba getaran sistolik bunyi S4 biasanya terdengar.
Terdengar bising sistolik yang mengeras pada tindakan falsafah.
6.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
|
Dilatasi
|
Restriktif
|
Hipertrofi
|
Rontgen
|
Pemeriksaan jantung sedang-besar (kar-diomegali)
terutama ventrikel kiri
Hipertensi vena pul-monal.
|
Ringan.
Hipertensi vena pul-monal.
|
Ringan sampai sedang terutama pembesaran atrium
kiri.
|
EKG
|
Kelainan ST-T
Sinus takikardia
Aritmia atrial dan ventrikel.
|
Voltase rendah.
Defek konduksi
|
Kelainan ST-T, hiper-trofi ventrikel kiri, Q
abnormal.
|
Echokardio-gram
|
Hipertrofi septal-asimetrik dilatasi dalam dan
disfungsi ventrikel kiri.
|
Penebalan dinding ventrikel kiri sistolik
normal.
|
Hipetrofi septum asi-metris (ASH)
Gerakan katup mitral ke muka saat sistolik (SAM)
|
Radio nuklir
|
Dilatasi dan dis-fungsi ventrikel kiri (RVG)
|
Fungsi sistolik nor-mal (RVG)
Infiltrasi otot jan-tung
|
Fungsi sistolik kuat (RVG, ASH, (RVG atau T1))
ventrikel kiri ingeal atau normal.
|
Kateterisasi
|
Dilatasi dan dis-fungsi ventrikel kiri.
Elevasi tekanan ven-trikel kanan dan kiri.
Curang jantung me-nurun.
|
Fungsi sistolik nor-mal atau peningka-tan
tekanan pengi-sian kanan dan kiri.
|
Fungsi sistolik
Obstr. Saluran / aliran ventrikel kiri.
Elevasi tekanan ven-trikel kanan dan kiri.
|
7.
Penatalaksanaan
a. Medik
1) Kardiomiopati dilatasi
·
Obat-obatan
-
Diuretik
-
Digitalis
-
Vasodilator
-
Kartikosteroid
-
Anti
aritmika
-
Anti
koagulan
·
Transplantasi
jantung
2) Kardiomiopati Restriktif
·
Obat-obatan
-
Anti
aritmia
-
Kortikosteroid
-
Imunosupresif.
·
Pemasangan
alat pacu jantung
3) Kardiomiopati Hipertrofi
·
Obat-obatan
-
Amiodarum
-
Kalsiumantagonis,
seperti verapamil & nifedipin
-
Disopiramid
-
Digitalis
diuretik nitrat dan penyekat beta adrenergik
·
Operasi
miotomi atau miektomi
b. Keperawatan
1) Pencegahan primer
-
Anjurjkan
klien untuk mengurangi konsumsi alkohol.
-
Cegah
proses infeksi
-
Monitor
terjadinya hipertensi sistemik
-
Monitor
keadaan wanita selama masa kehamilan
2) Pencegahan sekunder
-
Monitor
tanda awal dari gagal jantung kongestif.
-
Evaluasi
klien dengan disritmia.
3) Pencegahan tersier.
-
Perhatikan
petunjuk spesifik pemakaian obat
-
Pertimbangkan
untuk dilakukan transplantasi jantung
-
Evaluasi
pemberian terapi antikoagulasi untuk mengurangi embolisme sistemik.
8.
Komplikasi
a. Fibrilasi atrial dengan trombus
b. Endokarditis infektif.
c. Gagal jantung kongestif.
A. PENGKAJIAN
- Data Biografi
-
Riwayat
kesehatan masa lalu: Hipertensi, DM, GJK, Anemia, Kelainan katub.
-
Pola
kebiasaan /Gaya hidup: Merokok, Mengkomsumsi alkohol, Konsumsi lemak yang
mengandung kolesterol tinggi.
-
Keturunan,
umur, jenis kelamin.
- Aktiviotas/Istirahat
Kelemahan, Kelelahan/kletihan, Nyeri dada
saat beraktivitas, Dispneapada istirahat atau pada pengerahan tenaga , Sesak
nafas, pingsan atau hampir pingsan.
- Sirkulasi
-
Frekuensi
jantung : Takikardi
-
Irama
jantung : Disritmia
-
Bunyi
jantung : S1dan S2 kadang melemah, S3(Gallop), S4(Murmur) dapat terjadi
.
-
Kardiomegali,
Hepatomegali, Sinkop, Palpitasi, Denyut jantung cepat, Sianosi, TD menurun, Akral
dingin.
-
Tingkat
lanjut :Tekanan nadi melemah, Distensi
vena juigularis.
- Pernafasan
Sesak nafas, Dispneu, Ortopnue, Nafas
dangkal dan pendek, Bunyi nafas crakel, batuk dengan atau tanpa pembentukan
sputum, menggunakan bantuan pernafasan misalnya: Oksigen atau Medikasi.
- Integritas Ego
Banyaknya stressor, masalah financial, ansietas,
takut, kuatir, gelisah, dukungan keluarga kurang.
- Makanan dan Cairan
Anoreksia, mual/muntah, penambahan berat
badan secara signifikan, diit tinggi garam/makanan yang mengandung kolesterol
- Neurosensori
Letargi, disorientasi,
kelemahan, sinkop/pingsan.
- Kenyamanan/Nyeri
Nyeri dada, nyeri
abdomen (asites), sakit pada otot
- Eliminasi
Oliguria, konstipasi/diare.
- Interaksi Sosial
Penurunan
keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
- Pengajaran/Penyuluhan
Riwayat
penggunaan alcohol, cocain.
Riwayat
keluarga penyakit jantung /IM.
Riwayat
Diabetes Militus, kehamilan multipara.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DX 1.Penurunan cardiac output berhubungan
dengan perubahan kontraktilitas miokard.
Tujuan : Cardiac
output klien kembali adekuat.
KH : -
TTV:TD :100-140/80-90 mmHg
N
:60-100 x/menit
-
Bunyi
Jantung S3 dan S4 tidak ada.
-
Sianosis
tidak ada.
-
Bunyi
nafas vesikuler.
-
Edema
perifer tidak ada.
-
Distensi
vena jugularis tidak ada.
-
BUN:
·
Kreatinin :0,6-1,1 mg/dl
·
Ureum :20-40
mg/dl
·
Output
Urine :50 ml/jam.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas
R/ S1dan S2mungkin lemah karena menurun karena kerja pompa,irama
gallop umum(S3 dan S4)dihasilkan
sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi.
2) Palpasi nadi perifer
R/ Penurunan curah jantung
dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalia pedis, dan
postibal.
3) Auskultasi nadi apical
R/ Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada
saat istirahat) untuk meng-
kompensasi
penurunan kontraktilitas ventrikuler.
4) Inspeksi warna kulit
R/ Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder terhadap
tidak
adekuatnya curah jantung.
5) Ukur TTV
R/ Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas,
hipoksemia dan menurun-
nya curah jantung.Perubahan
juga terjadi pada TD (hipertensi atau hipotensi) karena respon jantung.
6) Pantau haluaran urin
R/ Ginjal berespon
menurunkan curah jantung
dengan menahan cairan
dan natrium.
7) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/ Meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek
hipoksia/iskemia.
8) Pantau EKG dan FotoThorak
R/ Depresi segmen ST dan datarnya
gelombang T dapat terjadi karena
kebutuhan oksigen miokard, meskipuntidak
ada penyakit arteri koroner.Foto thorak dapat menunjukkan perbesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.
9) Pantau hasil laboratorium:BUN dan
Kreatinin
R/ Peningkatan BUN /Kreatinin menunjukkan
hipoperfusi/gagal ginjal.
10) Pemberian obat anti koagulan
contoh:Heparin dosis rendah.
R/ Mencegah pembentukan trombus /emboli karena adanya
faktor resiko
seperti stasis vena , tirah
baring , disritmia jantung dan riwayat trombolik sebelumnya.
11) Pemberian cairan IV sesuai
indikasi.Hindari cairan garam .
R/ Peningkatan ventrikel kiri
,tubuh tidak dapat mentoleransi peningkatan
volume cairan yang menyebabkan
retensi cairan dan peningkatan kerja miokard.
12) Siapkan pembedahan sesuai indikasi
R/ Pembedahan dilakukan jika penatalaksanaan
medis tidak berhasil dan
lebih efektif
dalam mengatasi aritmia.
2. DX.2.Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ,tirah baring lama.
Tujuan : Klien
dapat menunjukkan peningkatan toleransi
terhadap aktivitas.
KH : -
Klien dapat memperlihatkan peningkatan ADL
-
Tidak
mengalami kelelahan dan sesak nafas pada saat beraktivitas
-
Takikardi,
disritmia,pucat ,saat dan setelah beraktivitas ringan.
-
TD:
100-141/80-90 mmHg.
Intervensi
1)
Monitor
TTV sebelum dan setelah aktivitas khususnya bila pasien mengggunakan
vasodilator, diuretic.
R/ Hipotensi
ortistatik dapat terjadi dengan
aktivitas karena
efek
obat (vasodilator), perpindahan
cairan ( diuretik ) atau pengaruh fungsi jantung.
2)
Catat
respon kardiopulmunal setelah beraktivitas: takikardi, disritmia, dispnea, berkeringat,
pucat.
R/ Penurunan /ketidak mampuan miokardium untuk
menigkatkan volume
sekuncup selama aktivitas, dapat
menyebabkan peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelaham dan kelemahan.
3)
Kaji
penyebab kelemahan .Contoh:Penngobatan atau nyeri.
R/ Kelemahan adalah efek
samping beberapa obat (beta bloker). Nyeri
dan stress memerlukan energi
dan menyebabkan kelemahan.
4) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan ADL
sesuai tingkat keterbatasan.
R/ Pemenuhan kebutuhan ADL klien tanpa mempengaruhi
stress
miokard /kebutuhan oksigen
yang berlebihan.
5) Letakkan barang- barang kebutuhan klien di tempat yang mudah
terjangkau.
R/ Memudahkan klien untuk
memenuhi kebutuhan barang-barang yang di
butuhkan dan mengurangi
kebutuhan oksigen aktivitas .
6) Jelaskan kepada klien untuk istirahat
segera jika timbul kelelahan/kelemahan.
R/ Kelemahan / kelelahan dapat teratasi apabila pemenuhan kebutuhan
oksigen terpenuhi dengan
penghentian aktivitas.
7) Batasi
pengnjung atau kunjungan pasien .
R/ Pembicaraan yang panjang
sangat mempengaruhi pasien namun
periode kunjungan yang tenang
bersifat terapeutik.
8) Anjurkan klien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdomen, contoh: mengejan, batuk.
R/ Aktivitas yang memerlukan
menahan nafas (manuver valsava) dapat
mengakibatkan bradikardi,juga
menurunkan curah jantung.
3. DX.3. Kelebihan volume cairan berhubungan
dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah
jantung)/meningkatkan produktuvitas ADH dan reaksi Na/air.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan jumlah keseimbangan
pemasukan dan
pengeluaran cairan yang
adekuat.
KH : - Ortopnea (-), Takipnea
(-), batuk(-).
-
Suara
nafas vesikuler , Krekel (-), dan Mengi(-)
-
Oligiria
(-), Edema (-), Distres pernapasan (-)
-
BB sesuai
tinggi badan.
-
Seimbang
antara pemasukan dan pengeluaran cairan.
-
Distensi
vena jugularis (-)
-
TTV:TD:100-140/80-90mmHg
Intervensi
1) Pantau keluaran urine ,catat jumlah dan
warna.
R/ Keluaran urine mungkin
sedikit dan pekat karena penurunan
perfusi
ginjal.
2) Hitung pemasukan dan pengeluaran cairan
selama 24jam.
R/ Terapi diuretic
dapat disebabkan oleh kehilangan caian tiba-tiba atau
berlebihan (hipovolemia)meskipun
edema masih ada.
3) Pertahankan duduk atau tirah baring dengan
posisi semi fowler selama fase akut.
R/ Posisi
terlentang meningkatkan
filtrasi ginjal
dan menurunkan
produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
4) Timbang BB klien tiap hari.
R/ Ada atau hilangnya edema sebagai respon
terhadap terapi.Peningkatan
2,5 kg menunjukkan kurang
lebih 2 L cairan. Sebaliknya, diuretic dapat mengakibatkan cepatnya kehilangan
/perpindahan cairan dan BB menurun.
5) Kaji distensi leher dan pembuluh perifer. Lihat
tubuh yang edema dengan atau tanpa pitting.Catat adanya edema umum (anasarka).
R/ Retensi cairan berlebihan dapat
dimanifestasikan oleh pembuluh vena
dan pembentukan edema perifer.
6) Ubah posisi dengan sering .Tinggikan kaki
bila duduk.
R/ Pembentukan edema,sirkulasi melambat,
gangguan pemasukan nutrisi
dan mobilisasi/tirah baring lama
merupakan kumpulan stressor yang
mempengaruhi integritas kulit.
7) Auskultasi bunyi nafas , catat penurunan
dan atau bunyi tambahan. Contoh: Krekel dan mengi. Catat adanya peningkatan
dispnea, takipnea, ortopnea dan batuk persiten.
R/ Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru
. Gejala
pernapasan pada gagal jantung
kanan (dispnea, batuk, ortopnea)dapat timbul lambat.
8) Monitor TTV
R/ Hipertensi dan distensi vena jugularis menunjukkan kelebihan
volume cairan
dan kongesti paru.
9) Kolaborasi
Pemberian
diuretic ,contoh:Furosemid (Lasik).
R/ Meningkatkan laju aliran
urine dan dapat menghambat
reabsorbsi
Na/Cl pada
tubulus ginjal.
10) Pertahankan masukan cairan dan pembatasan
Na sesuai indikasi.
R/ menurunkan air total tubuh /mencegah
reakumulasi cairan.
4. DX.4.Gangguan perfusi jaringan miokard
berhubungan dengan penurunan/penghentian aliran darah.
Tujuan : Perfusi jaringan miokard kembali adekuat.
KH : - Kulit hangat
-
TTV:
TD:100-140/80-90mmHg.
-
N:60-100
x/menit
-
Pasien
sadar/ berorientasi
-
Keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran cairan .
-
Tidak
ada edema perifer
-
Bebas nyeri atau ketidak nyamanan.
-
Bunyi
jantung S1dan S2 ada,S3dan S4 tidak ada.
-
AGD :
PaO2 = 75 – 100mm Hg
-
PaCO
2 = 35-45 mm Hg
-
PH =
7, 35_ 7,45
-
Na
=135 – 147 meg/L
-
Cl=.
100 – 106 meg / L
Intervensi
1) Monitor TTV:TD dan Nadi
R/ Takikardi dapat terjadi karena nyeri, cemas,
hipoksemia, dan penurunan
curah jantung. Perubahan
TD(Hipotensi atau Hipertensi )karena respon jantung.
2) Observasi perubahan warna kulit, kondisi
daerah perifer, kualitas nadi.
R/ sirkulasi perifer menurun bila curah
jantung menurun, membuat kulit
pucat atau warna abu
(tergantung tingkat hipoksia)dan menurunnya kekuatan nadi perifer.
3) Auskultasi suara nafas dan bunyi jantung
R/ S3 dan
S4 terjadi karena dekompensasi
jantung atau beberapa obat
khususnya penyekat
Beta)terjadinya murmur dapat menunjukkan kelainan katup (Stenosis mitral,
stenosis aorta atau ruptur otot papilar ).
4) Anjurkan klien untuk tidak mengejan saat
BAB, tidak menahan batuk, melakukan aktivitas yang berat .
R/ Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal ,menurunkan
frekuensi
jantung (bradikardi yang
diikuti takikardi ).Keduanya menyebabkan penurunan curah jantung.
5) Monitor intake output.
R/ mengevaluasi
status cairan
pasien ketidakseimbangan
intake
dan
output dicurigai adanya
kehilangan atau retensi air.
6) Pemberian anti aritmia dan anti hipertensi
sesuai program pengobatan .
R/ Banyaknya obat dapat digunakan untuk
menigkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
7) Pantau hasil laboratorium :AGD
R/ Menurunkan keefektifan dari ventilasi oksigen
sekarang.
8) Pantau cairan elektrolit .
R/ Perpindahan cairan dan penggunaan diuretic
dapat mempengaruhi irama
jantung dan kontraktilitas.
5. DX.5.Pola napas tidak efektif berhubungan
dengan ketidak adekuatan ventilasi (Kelemahan otot jantung).
Tujuan : Pola napas kembali efektif:
KH : - RR:16-20
x/menit
-
Bunyi
nafas vesikuler
-
Takikardi
(-)
-
Sianosis
(-)
-
Distres
pernapasan (-)
-
TD=100-141
mmhg.
Intervensi :
1) Evaluasi frekuensi pernafasan dan
kedalaman. Catat adanya dispnea, penggunaan alat bantu nafas.
R/ Kecepatan pernapasan meningkat karena nyeri,
takut, demam, penurunan volume sirkulasi, dan hipoksia,
2) Auskultasi bunyi nafas .Catat adanya
krekel dan mengi.
R/ Krekel dan mengi dapat menunjukkan adanya akumulasi
cairan (edema
instestial atau paru )atau
obstruksi jalan nafas.
3) Observasi penurunan ekspansi dada atau
ketidaksimetrisan dada.
R/ Udara atau cairan pada area pleura menyebabkan dada tidak simetrus.
4) Observasi kulit dan membran mukosa.
R/ Sianosis pada kulit dan
membran mukosa pucat menunjukkan kondisi
hipoksia sehubungan dengan
gagai jantug .
5) Tingikan kepala, letakkan pada posisi
duduk atau semi fowler, Bantu ambulasi.
R/ Merangsang fungsi pernapasan / ekspansi paru, pencegahan dan
perbaikan kongesti paru .
6) Beri masukan cairan maksimal dalam
perbaikan jantung.
R/ Hidrasi adekuat membantu pengenceran sekrat
.
7) Monitor adanya distress pernapasan
Takikardi, agitasi, dan penurunan TD
R/ Mengetahui tanda dan gejala dini dan memudahkan
intervensi
selanjutnya.
8) Kolaborasi pemberian oksigen
R/ Meningkatkan
pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi
khususnya gangguan ventilasi.
6. DX. 6 Gangguan Pertukaran gas b.d Penurunan suplay O2 ke paru-paru (perubahan
membrane kapiler-alveoli).
Tujuan : Klien menunjukkan pertukaran gas yang
adekuat.
KH : -
Ventilasi dan Oksigenisasi adekuat
-
AGD :
PO2 = 75-100 mmHg, PCO2 = 35-45 mmHg, PH = &,35-7,45
-
RR =
16-20 X/menit
-
Cemas
berkurang
-
Ekspresi
wajah rileks
-
Sianosis
/ pucat ( - )
Intervensi :
1) Auskultasi
bunyi nafas, catat crakels, mengi.
R/ Mengetahui adanya kongesti paru / pennumpukan
secret membutuhkan
intervensi lebih lanjut.
2) Ajarkan
klien batuk efektif, nafas dalam.
R/ Memberikan jalan nafas dan memudahkan aliran
oksigen.
3) Anjurkan
klien merubah posisi sesering mungkin.
R/ Mencegah atelektaksis dan pneumonia.
4) Beri
posisi semi fowler dan sokong tangan dengan bantal.
R/ Memfasilitasi fungsi pernafasan
sehingga pengembangan paru dapat
optimal
Kolaborasi :
5) Pantau
hasil Lab. AGD / Astrup
R/ Menentukan keefektifan dari ventilasi
oksigen.
6) Berikan
oksigen sesuai indikasi
R/ Mengatasi hipoksia, serta
menjaga kelembaban membrane mukosa karena hal tersebut dapat mengiritasi jalan
nafas.
7) Berikan obat sesuai indikasi
-
Diuretik,
contohnya Furosemid (lasix)
R/ menurunkan kongesti
alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
-
Bronkodilator,
contohnya Aminolfilin.
R/ meningkatkan aliran oksigen
dengan mendilatasi jalan nafas kecil dan mengeluarkan fek diuretic ringan untuk
menurunkan kongesti paru.
7. DX. 7
Ansiates b.d perubahan status kesehatan.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan, klien dapat
menunjukkan
cemas berkurang atau hilang.
KH : - Klien
mengatakan cemas berkurang.
-
Perilaku
klien rileks.
-
Ekspresi
wajah klien rileks
-
Menunjukkan
kemampuan untuk memecahkan masalah.
-
TTV :
TD = 100-1400/80-90 mmHg.
N =
60 – 100 x/menit.
RR = 16 – 20 x/menit.
Intervensi :
1) Monitor TTV : TD, Nadi dan RR.
R/ Takikardi, tekanan darah
dan frekuensi pernafasan meningkat menunjuk-
kan kecemasan yang meningkat karena respon
jantung.
2) Kaji tingkat kecemasan klien terhadap
penyakit
R/ Membantu menentukan derajat cemas sesuai
status jantung.
3) Identifikasi lebih lanjut faktor-faktor
yang menyebabkan kecemasan.
R/ Cemas yang berkelanjutan (sehubungan dengan
masalah tentang dampak
serangan jantung pada pola
hidup selanjutnya, masih tak teratasi) mungkin terjadi dalam berbagai derajat
selama beberapa waktu dan dapat dimanifestasikan oleh gejala depresi.
4) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
R/ Perasaan tidak diekspresikan dapat
menimbulkan kekacauan internal dan
efek gambaran diri.
5) Hadirkan orang terdekat untuk suport
sistem.
R/ berbagai bentuk dukungan atau kenyamanan
dapat menghilangkan kete-
gangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan.
6) Ajarkan pasien melakukan tehnik relaksasi,
contoh nafas dalam.
R/ memberikan
respon ansietas, menurunkan perhatian, meningkatkan ke-
mampuan koping.
7) Kolaborasi
Therapi anti ansietas :
Diazepam sesuai indikasi.
R/ meningkatkan relaksasi / istirahat dan
menurunkan rasa cemas.
8. DX. 8
Nyeri b.d iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner.
Tujuan : klien menunjukkan nyeri hilang atau terkontrol.
KH : - Nyeri klien berkurang atau terkontrol.
-
Ekspresi
wajah klien tampak rileks.
-
Skala
nyeri 0-3
-
TTV :
TD = 100-140/80-90 mmHg
RR
= 16 – 20 x/menit.
Intervensi :
1) Catat karakteristik nyeri, catat laporan
verbal, petunjuk nonverbal dan respon hemodinamik (menangis, meringis, gelisah,
berkeringat, nafas cepat, TD atau frekuensi jantung berubah).
R/ Variasi penampilan dan perilaku pasien karena
nyeri yang ditemukan
menunjukkan tingkat nyeri yang
meningkat.
2) Kaji skala nyeri yang meliputi lokasi,
intensitas (0-10), lamanya, kualitas dan penyebaran.
R/ nyeri
harus bisa digambarkan oleh pasien, membantu pasien untuk me-
nilai nyeri dengan
membandingkannya dengan pengalaman yang lain.
3) Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri
dengan segera.
R/ Penundaan
pelaporan nyeri menghambat peredaan nyeri atau memerlu-
kan peningkatan dosis obat.
4) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas
perlahan dan tindakan yang nyaman serta pendekatan kepada pasien dengan tenang
dan saling percaya.
R/ menurunkan rangsang eksternal dimana ansietas dan regangan jantung
serta keterbatasan kemampuan
koping dan keputusan terhadap situasi saat ini
5) Bantu melakukan tehnik relaksasi, misalnya
nafas dalam secara perlahan.
R/ Membantu
dalam penurunan persepsi atau respon nyeri, memberikan
kontrol situasi dan
meningkatkan perilaku positif.
6) Ukur TTV sebelum dan sesudah pemberian
obat narkotik.
R/ Hipotensi atau depresi pernafasan dapat
terjadi sebagai akibat pemberian
obat narkotik.
7) Kolaborasi
Berikan O2 tambahan
sesuai indikasi.
R/ Meningkatkan
jumlah O2 serta mengurangi ketidaknyamanan sehubu-
ngan dengan iskemia jaringan.
9. DX. 9
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, program pengobatan b.d kurangnya
informasi
Tujuan : pengetahuan klien dan keluarga bertambah
KH : - Klien dapat mengaplikasikan apa yang sudah dijelaskan
oleh perawat.
-
Mengungkapkan
informasi akurat tentang diagnosa dan aturan.
-
Melakukan
perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam aturan pengobatan.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
penyakitnya.
R/ perlu untuk pembuatan rencana instruksi
individu.
2) Jelaskan pada klien dan keluarga tentang
penyebab, faktor resiko yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit.
R/ Langkah penting pembatasan atau mencegah
penyakit.
3) Jelaskan pada klien tentang program
kesehatan yang harus dilakukan oleh klien.
R/ berbagai
tingkat bantuan mungkin diperlukan untuk meningkatkan
pe-
ngetahuan.
4) Jelaskan pada klien tentang cara mencegah
seperti :
-
Diet
rendah garam & rendah lemak.
-
Aktivitas
yang tidak melelahkan.
-
Menghilangkan
stress.
R/ menambah
pengetahuan dan memungkinkan pasien untuk
membuat
keputusan berdasarkan
informasi sehubungan dengan kondisi dan mencegah komplikasi.
5) Bantu klien untuk mengidentifikasi faktor
resiko yang ada pada dirinya (stress, merokok, keturunan, umur, jenis kelamin)
R/ Perilaku
ini mempunyai efek merugikan langsung pada fungsi kardio-
vaskuler dan dapat mengganggu
penyembuhan, meningkatkan resiko terhadap komplikasi.
C.
IMPLEMENTASI
Lakukan tindakan sesuai
intervensi
D.
EVALUASI
1. Kardiak output klien kembali adekuat.
2. Aktivitas klien meningkat.
3. Pemasukan dan pengeluaran cairan adekuat.
4. Perfusi jaringan miokard kembali adekuat.
5. Pola nafas kembali efektif.
6. Pertukaran gas adekuat.
7. Cemas berkurang atau hilang.
8. Nyeri klien hilang atau terkontrol.
9. Pengetahuan klien dan keluarga bertambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar